Saat saya mengunjungi obyek wisata
arkeologi ini, suasananya tampak seperti biasa, diramaikan sama
anak-anak muda yang lagi asyik berduaan di bawah pohon atau gazebo. Hmm,
sekarang tempat ini emang identik sebagai tempat anak ABG ‘mojok’.
Apalagi suasananya mendukung, sepi dari lalu lalang orang lewat.
Naik sedikit ke puncak bukit, bau
kemenyam begitu menyengat dan kita bakal melihat sejumlah makam di dalam
pondokan kecil. Dua orang nampak lagi khusyuk berziarah di pingir makam
Panglima Tuan Djunjungan, satu dari delapan buah makam di puncak Bukit
Siguntang ini.
Padahal, dulu bukit ini punya sejarah penting, terutama pada masa
Kerajaan Sriwijaya. “Dulu Bukit Siguntang jadi tempat peribadatan agama
Budha saat zaman Kerajaan Sriwijaya,” jelas Drs. Nurhadi Rangkuti, MSI,
Kepala Balai Arkeologi Palembang.
Sebuah gapura didirikan di bagian puncak bukit. (dok. Sumatera Ekspres)
Dahulu, bukit ini dikelilingi rawa-rawa
di sekitarnya. Biasanya rawa-rawa dijadikan tempat pemukiman dengan
rumah panggung, sedangkan tanah kering seperti Bukit Siguntang dijadikan
kuburan dan tempat peribadatan.
Selain jadi tempat sakral bagi agama
Budha, menurut legenda, bukit ini juga jadi tempat turunnya raja-raja
Melayu. Nggak heran memang, karena dulu kekuasaan Sriwijaya nggak cuma
di Nusantara tapi sampai ke Semenanjung Malaya “Banyak sekali keturunan
Melayu di sana. Mereka menganggap raja-raja mereka keturunan Palembang,”
ujar sarjana Arkeologi Universitas Indonesia ini.
Makam Keramat Para Tokoh (Fiktif) Sriwijaya
Lalu, gimana dengan makam-makam di atas
puncak bukit? “Makam-makam itu belum bisa dibuktikan kebenarannya.
Legendanya memang ada, tapi data sejarah seperti piagam atau naskah
mengenai makam tadi belum bisa ditemukan,” tukas Nurhadi. Jadi, memang
belum bisa dipastikan apakah nama-nama Raja Gentar Alam, Putri Kembang
Dadar, Putri Rambut Selako, Panglima Bagus Kuning, Panglima Bagus
Karang, Panglima Tuan Junjungan, Panglima Raja Baru Api, dan Panglima
Jago Lawang, dahulu emang pernah ada dan dimakamkan di situ. Menurut
Nurhadi, legenda itu barangkali saja ada dan dituturkan dari mulut ke
mulut secara turun-temurun.
Makam Panglima Bagus Kuning yang sering
dikunjungi peziarah. Belum dapat dipastikan secara ilmiah apakah
Panglima Bagus Kuning dan tokoh-tokoh lainnya benar-benar ada atau cuma
fiktif. (dok. Sumatera Ekspres)
“Sudah sejak lama pula Bukit Siguntang
jadi tempat keramat dan hingga kini tetap dikeramatkan orang,” ungkap
magister bidang Geografi yang dulu pernah bertugas di Balai Arkeologi
Jogjakarta ini. Ya, biar begitu tetap aja ramai dikunjungi para
peziarah, dari yang sekadar mendoakan hingga ‘minta’ aneh-aneh. Nggak
terkecuali muda-mudi yang tetap enjoy berduaan meski tempat ini dikenal
angker dan dikeramatkan oleh warga Palembang. Hati-hati aja, ya.
‘Ketenggoran’ (kesambet) baru tahu rasa, lho! Hihi.
‘Hanya’ Untuk Ziarah dan Rekreasi
Saat ini, kata Nurhadi, obyek sejarah
ini lebih dimanfaatkan untuk wisata ziarah dan rekreasi dan belum
maksimal ke wisata sejarah. Ia berharap obyek Bukit Siguntang ini bisa
lebih dikembangkan untuk kepentingan arkeologi. “Perlu dipublikasikan ke
masyarakat bahwa ini tempat keramatnya Sriwijaya. Yang penting harus
dipertahankan keberadaan lokasinya,” pungkas Nurhadi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar