Kemarin adalah SEJARAH , Besok adalah MASA DEPAN dan Hari ini adalah HADIAH DARI ALLAH SWT
Sabtu, 08 Juni 2013
cara menjadi pribadi Tawadhu
5 Cara Menjadi Tawadhu
Intisari Majelis Manajemen Qalbu
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
Orang yang paling bahagia adalah orang yang menjadikan dirinya sebagai hamba
Allah Swt semata.
Orang yang paling menderita adalah orang yang menjadi menghambakan dirinya
selain kepada Allah Swt. Contohnya suami yang lebih takut kepada istrinya
dibandingkan kepada Allah, lebih takut akan kemarahan sang istri daripada
kemarahan Allah Swt. Istri lebih bergantung kepada suami, tidak kepada
Allah.
Orang yang tawadhu adalah orang yang berbahagia. Orang yang sombong
sesungguhnya tidak bahagia, ciri orang yang sombong adalah orang yang
merendahkan orang lain. Jangan juga menjadi orang yang rendah diri yaitu
merendahkan diri sendiri dari yang semestinya. Kita harus menjadi orang yang
pertengahan yakni orang yang rendah hati. Rendah hati artinya tawadhu,
sangat berbeda dengan rendah diri.
5 cara menjadi orang yang tawadhu :
1. Tidak merasa memiliki dan dimiliki melainkan semuanya adalah hanya Allah
Swt yang Maha Memiliki.
Semua yang ada di langit dan di bumi ini adalah milikNya. Menggunakan rumus
tukang parkir, banyak mobilnya, berganti-ganti, diambil pemiliknya tidak
merasa sombong maupun sedih, karena menyadari semuanya hanyalah titipan.
Sukses adalah memiliki akhir yang baik atau khusnul khatimah, tidak ada
orang yang sukses sebelum mendapat khusnul khatimah.
2. Sadar bahwa kita dihargai/dihormati orang lain hanya karena Allah
menutupi aib-aib kita yang banyak.
Jangan membohongi diri sendiri, merasa bangga dengan pujian orang lain
seolah-olah kita merasa benar bahwa diri kita seperti yang orang lain puji
itu. Padahal mungkin jika Allah Swt membeberkan semua aib kita, orang lain
akan merasa jijik dengan kita karena semua aib yang pernah kita lakukan.
Ketika kita menasehati/ceramah kepada orang lain, kita harus berkaca apakah
orang-orang terdekat kita mau mendengarkan omongan kita, karena mereka tahu
kelakuan kita sehari-hari. Analoginya jika orang terdekat saja sudah
melecehkan dan merasa muak dengan omongan kita karena tidak sesuai antara
perbuatan dan ucapan, apalagi Allah Swt yang Maha Dekat dan Mengetahui semua
yang kita lakukan, pandangan mata kita kepada yang diharamkan, perkataan
dusta kita, ucapan bohong kita, dan semua aib lainnya.
3. Tidak melihat orang lain lebih rendah daripada kita
Bisa jadi seorang pembantu rumah tangga yang berpakaian lusuh, pekerjaannya
mencuci piring, lebih mulia di sisi Allah Swt daripada seorang majikan yang
memakai perhiasan yang banyak, menggunakan pakaian sutera, namun kelakuannya
tidak memiliki nilai di mata Allah Swt. Menganggap rendah orang lain bisa
melalui pandangan, omongan, kelakuan, misalnya menggunakan telunjuk untuk
menyusuh seseorang tentu berbeda dengan menggunakan ibu jari, atau seluruh
jari.
4. Berani mengakui kelebihan jasa, kemuliaan orang lain kepada kita
Mengakui orang lain yang mendapatkan anugerah atau kemuliaan, tidak merasa
iri, juga mengakui bahwa apa yang kita peroleh tak lepas dari jasa orang
lain.
5. Harus ikhlas, jangan merasa sudah tawadhu
Kalau ada orang yang melakukan sesuatu dan merasa dirinya tidak layak
melakukan sesuatu itu, sudah merupakan tanda bahwa orang tersebut tidak
tawadhu. Contohnya pejabat yang merapikan sendal, lalu dalam hatinya ia
merasa mulia karena sudah mau merapikan sendal padahal ia merasa tidak
pantas melakukan hal tersebut. Merapikan sendal merupakan hal yang biasa,
dan bukan perbuatan nista. Apa salahnya pejabat merapikan sendal? tidak ada
yang salah, jadi jangan merasa hebat dan sudah tawadhu, karena itu ciri
bahwa kita tidak tawadhu.
Salam,
--
Muhammad Pandji
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar